-Maradika Mamuju, Bau Akram Dai resmikan Lempo Sipakatanda Adhyaksa (Rumah Perdamaian) atau Rumah Restorative Justice di Rumah Adat Lempo Gandeng, Jalan Trans Sulawesi, Dusun Tangkou, Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo, Senin (18/4/2022).
Hadir pada peresmian tersebut, Kajari Mamuju, H. Subekhan, Sekdakab Mateng, H. Askary Anwar, Wakil Ketua I DPRD Mateng, Herman MT, Wakapolres Mateng, Kompol Haeruddin dan Pabung Mateng Kodim 1418 Mamuju.
Diketahui, Lempo Sipakatanda Adhyaksa ini adalah salah satu program kerja di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang gencar di terapkan di sejumlah daerah di seluruh wilayah Indonesia, adalah penyelesaian hukum lewat Restoratif Justice.
Maradika Mamuju, Bau Akram Dai, mengatakan, peresmian Lempo Sipakatanda Adhyaksa (Rumah Perdamaian) antara kerjasama dengan Kajati Sulbar, Kajari Mamuju dan Lembaga Kerajaan, In Shaa Allah ini akan menjadi hal yang kita butuhkan khususnya di Mamuju Tengah ini.
“Dimana Peresmian ini langsung diinisiasi oleh bapak Kajati Sulbar dan Kajari Mamuju, kita ketahui bersama bahwa Mateng ini adalah masyarakat yang majemuk dimana suku agama, ras antar golongan ada disini di Kabupaten Mateng, yang kita ketahui bersama seiring berjalannya waktu selalu hidup berdampingan dan selalu rukun dan damai di bumi Lalla’Tasisara,” kata Bau Akram.
“Kami sangat mengapresiasi dan penghargaan atas ide cemerlang Kejaksaan Agung RI khususnya Kejati Sulbar yang berinisiatif dan melibatkan perangkat lembaga adat yang ada dimasing-masing wilayahnya,” tambahnya.
Lempo Sipakatanda Adhyaksa lanjutnya, dimana kita sama-sama mengambil bagian dalam mencari penyelesaian yang timbul di masyarakat Mateng dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum melalui restorative justice.
“Kami berharap bahwa kegiatan ini dapat berjalan baik dan dapat diterima oleh masyarakat sebagai bentuk penyelesaian atas masalah yang dihadapi,” harapnya.
Dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh, H. Askary Anwar, Bupati Mamuju Tengah berharap semoga kegiatan ini bukan hanya bersifat seremonial belaka, akan tetapi dapat menjadi sarana untuk menata terpeliharanya adat, budaya dan tradisi yang menjadi kearifan lokal dikab.mateng sehingga nantinya dapat mendukung terwujudnya kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera.
“Program Lempo Sipakatanda Adhyaksa adalah merupakan program pembinaan yang dilakukan oleh Kejaksaan yang sangat sejalan dengan tujuan adat serta budaya yang berkembang disuatu daerah,” kata Askary.
Dikatanya, jika selama ini terjadi suatu permasalahan hukum ditengah-tengah kehidupan masyarakat seperti perkelahian, kesalahpahaman yang seharusnya bermuara kerana hukum, maka dengan adanya program Lempo Sipakatanda Adhyaksa, maka tentu saja penyelesaiannya terlebih dahulu melalui musyawarah dan mufakat yang dimediasi oleh aparat yang berwenang, dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat serta tokoh pemuda. Hal ini bertujuan agar persoalan seperti itu, dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus diselesaikan secara hukum nasional.
“Program ini juga bertujuan untuk menanamkan kebiasaan untuk menghargai adat istiadat serta budaya yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat, jika kita dapat menyadari semua itu maka akan meminimalkan terjadinya permasalahan hukum yang terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Lanjutnya, banyak sekali kasus terjadi yang sering sebenarnya penyelesaiannyan tidak sampai kemeja hijau, namun karna masyarakat kurang memahami dan menghargai adat dan budaya maka hal tersebut harus berakhir dirana hukum.
“Olehnya itu kita patut berbahagia dan berbangga dengan kehadiran program Lempo Sipakatanda Adhyaksa yang digagas oleh Kejaksaan akan mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Bumi Lalla’Tasisara,” terangnya.
“Untuk itu, saya mengajak kepada seluruh masyarakat Kabupaten Mateng, marilah kita senantiasa mematuhi ketentuan hukum yang berlaku dinegara kita, agar kita terhindar dari permasalahan hukum dan jika terjadi hal yang tidak diinginkan dan masih bisa ditoleransi oleh ketentuan hukum yang berlaku, maka marilah kita semua dengan penuh kesadaran menyelesaikan permasalahan secara bijaksana,” sambungnya.
Askary yakin, dengan adanya tatanan adat, budaya serta tradisi yang selama ini menjadi suatu norma yang berlaku didaerah kita maka tentu saja kita akan mampu mewujudkan kehidupan yang nyaman, aman, damai didalam menjalankan aktivitas kehidupan kita.
Sementara itu, Kepala Kajari Mamuju, Subekhan mengatakan, salah satu alasan rumah restoratif justice berdiri adalah untuk membentuk keadilan yang seadil-adilnya di tengah-tengah masyarakat.
“Program rumah restoratif justice, yang disebut dalam bahasa derah Topoyo yakni Hou Sipakaloloi atau rumah perdamaian. Bertujuan untuk membantu masyarakat dalam kepastian hukum jika ada suatu pertikaian antara korban dengan pelanggar,” tuturnya.
Kata Kajari, yang hadir dan dapat masuk ke rumah Hou Sipakaloloi atau rumah perdamaian ini bukan hanya masalah pidana tetapi juga masalah keperdataan, sengketa keperdataan antara saudara satu dan yang lain, urusan waris dan lainnya.
Lanjutnya, kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian hukum atas suatu kesepakatan yang telah dicapai, caranya bagaimana, membuat akte perdamaian akte perdamaian itu dibuatkan akte gadai yang sama kekuatannya dengan putusan pengadilan, itulah peran jaksa, kenapa jaksa ada dimasyarakat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan apakah itu pidana kecil-kecil atau sengketa keperdataan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.